Senin, 03 September 2012

Segregasi & Polarisasi

Segregasi dan Polarisasi Sosial di Perkotaan

Kota merupakan tempat bertemunya berbagai jenis masyarakat yang memiliki berbagai ideologi yang berbeda, etnis yang berbeda dan kepentingan yang berbeda. Masyarakat kota merupakan masyarakat yang multikultur. Mereka hidup saling berdampingan walaupun terdapat berbagai macam perbedaan. Namun juga terdapat masyarakat yang hidup mengelompok berdasarkan ideologi yang sama atau etnis yang sama dalam suatu wilayah. Hal ini biasanya dilakukan oleh masyarakat yang memiliki ikatan yang kuat anatara anggota masyarakatnya. Contoh kelompok masyarakt yang yang memiliki ikatan yang kuat adalah masyarakat Madura, etnis Cina, etnis Arab dan sebagainya. 
Masyarakat tersebut memiliki ikatan yang kuat berdasarkan nilai-nilai dan ideologi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat yang di bawa dari daerah asalnya. Masyarakat yang berkelompok seperti ini biasanya memiliki solidaritas yang tinggi antar anggotanya. Memiliki hubungan relasi yang kuat, karena memiliki kesadaran akan kesamaan tempat kelahiran dan kesamaan sejarah. Kesamaan-kesamaan natural tersebut memiliki kekuatan tersendiri dalam membangun hubungan sosial dengan komunitasnya. Mereka akan saling membantu dan bekerja sama dalam berbagai aktivitas, khususnya dalam aktivitas-aktivitas ekonomis. 
Mereka cenderung mengutamakan komunitasnya daripada kelompok masyarakat lain. Selain itu masyarakat juga dapat disatukan dengan kesamaan kepentingan. Walaupun masyarakat yang didalamnya berasal dari etnis yang berbeda namun memiliki kepentingan yang sama maka masyarakat tersebut akan bersatu untuk mewujudkan kepentinga-kepentingan tersebut. Biasanya mereka tergabung dalam suatu organisasi. 
Organisasi tersebut menampung aspirasi-aspirasi anggota yang memiliki kepentingan yang sama, sehingga aspirasi-aspirasi tersebut semakin menguatkan suatu organisasi untuk mencaoai tujuan. Hal ini juga memerlukan adanya kepercayaan (trust) antara satu dengan yang lainnya untuk melakukan kerjasama. Kepercayaan tersebut akan membangun perspektif bahwa dengan menyatukan fikiran dan tenaga mereka mampu mewujudkan tujuan kepentingan dengan lebih mudah. 
Hal inilah yang disebut dengan segregasi sosial. Masyarakat di satukan oleh etnis, ideologi maupun kepentingan dalam suatu kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi sosial. Fenomena segregasi lainnya adalah pada era post modern telah banyak dibangun pusat-pusat kegiatan ekonomi berbasis high-tech dan munculnya komunitas berpagar (gated communities) diantara kemiskinan perkotaan. Hal ini menunjukkan kesenjangan dan perbedaan yang sangat mencolok antara ruang perkotaan yang kaya dan ruang perkotaan yang miskin. Di sinilah terjadi segregasi secara spasial. 
Munculnya kawasan-kawasan baru tersebut menggantikan lahan yang semula ditempati orang miskin untuk diubah menjadi kawasan elit dan mewah baik yang terjadi di pusat kota maupun di kawasan pinggiran. Proses rehabilitasi dan urban renewal inilah yang disebut sebagai gentrifikasi yang pada akhirnya ruang-ruang perkotaan itu dimanfaatkan oleh mereka yang berpenghasilan tinggi menjadi real estate. Realitas tersebut merupakan ciri-ciri fragmentasi kota. Konsep fragmentasi kota tidak terlepas dari konsep segregasi baik secara ekonomi, sosial maupun budaya. Hal itu dapat diartikan sebagai penciptaan pembagian spasial (spatial divide) menjadi beberapa kelompok manusia. Fenomena ini dapat dibuktikan dengan banyaknya bangunan-bangunan elit yang berdampingan dengan perumahan kumuh atau dengan melihat perumahan-perumahan elit yang sangat tertutup, yaitu perumahan-perumahan yang berada pada suatu lokasi yang tertata rapi dan memiliki kualitas keamanan yang baik. Perumahan-perumahan ini hanya memiliki satu gerbang utama yang dijaga secara ketat dan hanya orang-orang tertentu yang dapat memasuki kawasan tersebut. Selain itu dalam kawasan tersebut juga dilengkapi dengan berbagai infrastruktur yang disediakan untuk melayani orang-orang yang tinggal disana, seperti tempat perbelanjaan, restoran, kolam renang atau taman bermain, tempat olah raga dan layanan kesehatan serta banyak lagi lainnya.
Segregasi di perkotaan tidak lepas dari polarisasi sosial. Kelompok-kelompok yang terbentuk dari masyarakat yang tersegregasi akan memunculkan polarisasi sosial di dalamnya, karena kelompok-kelompok masyarakat tersebut akan saling bersaing untuk memperebutkan ruang, kekuasaan dan sumber daya lainnya. Kompetisi tersebut dikarenakan semakin padatnya penduduk kota, sehingga ruang menjadi sangat penting karena luas tanah tidak dapat mengalami pertambahan. 
Selain itu setiap kelompok saling memperebutkan kekuasaan untuk dapat menjadi superordinat, sehingga mampu melakukan doninasi terhadap kelompok subordinat. Maka kelompok-kelompok masyarakat tersebut akan semakin gigih untuk berkompetisi, karena jika tidak mampu bersaing maka suatu kelompok akan tersingkir dan hanya menjadi kelompok tertindas. Fenomena polarisasi tersebut sangat banyak di temui, diantaranya adalah fenomena pertentangan antara masyarakat etnik Cina dan Jawa. Yaitu pertentangan yang disebabkan oleh majunya perekonomian masyarakat etnik Cina di Jawa. Masyarakat Jawa menganggap bahwa etnik Cina telah menguasai perekonomian di Jawa dan masyarakat Jawa tidak dapat berkembang, sehingga hanya sebagai masyarakat bawah. Maka masyarakat Jawa merada di dominasi oleh masyaarakt etnik Cina. Di berbagai studi etnisitas yang dilakukan oleh Cohen pada tahun 1974 dinyatakan : penduduk asli cenderung lebih malas di daerahnya sendiri dibandingkan dengan pendatang sebagai kelompok kepentingan. 
Penduduk asli merasa lebih tenang secara psikologis karena merasa memiliki hak-hak istimewa, dan cenderung memiliki sikap mempertahankan status quo. Akibatnya, mereka kurang agresif, cenderung manja, dan memilih-milih pekerjaan. Sikap mental ini dianggap memiliki fungsi penting dalam membentuk penduduk asli menjadi komunitas kelas dua, malahan menjadi marginal. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat etnik Cina mampu bersaing dengan masyarakat Jawa walaupun bukan sebagai pemilik wilayah. Namun etnik Cina mampu menjadi Superordinat dengan etos kerja yang dimiluki. Selain itu juga terdapat fenomena polarisasi sosial yang di dasarkan pada status sosial yaitu akibat gentrifikasi kawasan semula bersifat kumuh menjadi kawasan yang bernilai tinggi yang dihuni oleh kalangan menengah ke atas. 
Masyarakat miskin termarginalkan dan harus berpindah dari kawasan yang digentrifikasi, sehingga meningkatnya tunawisma, dan mempercepat fragmentasi kota secara sosial dan geografis serta meningkatkan kesenjangan sosial. Fenomena ini salah satunya adalah pembanguna perumahan Laguna di daerah Mulyosari, Surabaya. Pembangunan perumahan tersebut telah menggusur perumahan kumuh masyarakat nelayan dan pemulung, sehingga para nelayan dan pemulung harus meninggalkan pemukimannya. Masyarakat nelayan dan pemulung hanya dapat mengikuti kebijakan tersebut karena tidak memiliki power untuk melawan. Walau bagaimanapun masyarakat kecil tetap menjadi masyarakat yang termarjinalkan dan para pemilik uang yang mampu melakukan kontrol dan dominasi.

Referensi:
Hajarahmad. 2010. Ruang Perkotaan yang memisahkan diri. (Online). (http://hajarahmad.blogspot.com/2010/01/ruang-perkotaan-yang-memisahkan-diri.html Diakses 14 Maret 2010)
Hamka Hakin. 2010. Menajemen Konflik dalam Tatanan Sosial. (Online). (http://metronews.fajar.co.id/read/84499/19/manajemen-konflik-dalam-tatanan-sosial Diakses 14 Maret 2010)


1 komentar:

  1. Slot machines - JTA Hub
    Slot 여주 출장샵 machines and slot machine 평택 출장샵 reviews. Read a comprehensive 의왕 출장안마 review about the machines and other options to play. Find the complete slot 서울특별 출장샵 reviews and get 제주 출장마사지 information on Jun 21, 2021 · Uploaded by SlotMonk

    BalasHapus